KONFLIK
DAN SOLUSI LAUT CHINA SELATAN
TEORI
ORGANISASI UMUM 2
KELOMPOK
5
NAMA NPM
KELAS
Miftahul
Janah Trinura 15113478 2KA33
Pradana
Putra 16113877 2KA33
Ray
Ferdian Saputra 17113333 2KA33
Dosen
Mima
Nizma, SE.,MM
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Rasullullah S.A.W karena berkah rahmat serta
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang “Konflik dan Solusi
Laut China Selatan” ini.
Dalam
kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang memberi
bantuan, dorongan, dan arahan kepada penyusun. Ucapan terimakasih tersebut kami
sampaikan kepada:
1.
Mima Nizma, SE.,MM Dosen Teori Organisasi Umum 2
2.
Teman-teman 2KA33 Universitas Gunadarma.
Dalam
makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Bekasi, 26 Maret 2015
Penyusun: Kelompok V 2KA33
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
1. Mengapa
Laut China Selatan Sangat Penting ...................................................................... 3
2. Persepsi
Masing-masing Claimant States............................................................................. 5
3. Prospek
Manajemen Penyelesaian Konflik ......................................................................... 9
BAB
III KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut Cina Selatan
merupakan Kawasan lautan yang memiliki luas sekitar 648.000 persegi yang berada
diantara kawasan Cina, Filipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Laut Cina
Selatan dalam peta konflik dibedakan menjadi dua yaitu bagian utara dan bagian
selatan. Bagian utara laut cina selatan terdapat pulau pratas yang diklaim oleh
Cina dan Taiwan, sedangkan kepulauan paracel yang diklaim oleh Cina, Taiwan dan
Vietnam.Sebenarnya kepulauan paracel telah diduduki oleh Cina semenjak 1974.
Bagian Selatan yang ditandai dengan kepulauan spartly di diperebutkan oleh enam
negara sekaligus yaitu Cina, Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam.
Klaim atas laut cina
selatan oleh beberapa negara memiliki dasar hukum yang jelas yaitu 1928 United
Nation Convention on the Law of the Sea (1928 UNCLOS).UNCLOS menetapkan bahwa
kedaulatan teritorial laut adalah 12 mil dari tepi pantai dan Zona Ekonomik
Eksklusif (EEZ) sejauh 200 mil. Hal ini penting karena negara yang memiliki
kedaulatan atas pulau-pulau tersebut juga berhak memiliki sumber daya alam
termasuk gas dan minyak bumi.Karena daerah ke-enam negara yang sedang
bersengkata ini berdekatan sehingga terjadi tumpang tindih daerah batas laut
yang menyebabkan terjadinya konflik.Sementara untuk Cina Klaim diataskan
konteks sejarah.
Namun perebutan Laut
Cina Selatan tidak hanya dilatarbelakangi oleh perebutan daerah kekuasaan
saja.Motivasi dari usaha klaim ini beragam namun faktor yang paling menonjol
adalah ekonomi. Keuntungan yang akan didapatkan dapat berupa minyak, gas, ikan
dan sumberdaya mineral. Cadangan minyak potensial Laut China Selatan sebanyak
213 milyar barrel dan sumber daya hidro karbon Laut China Selatan yang sering
dilupakan adalah gas alam.Bahkan gas alam diperkirakan sebagai sumber daya
hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak.Menurut estimasi Survei Geologi
Amerika Serikat (USGS) 60% - 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam.
Selain itu kebanggan
nasional atau national pride kemananan nasional juga menjadi faktor pendukung
dari usaha klaim atas Laut Cina Selatan. Seperti contohnya Filipina yang
menyatakan usaha klaim mereka terhadap pulau yang terletak pada Laut Cina
Selatan merupakan strategi pertahanan negara dan untuk membantu melindungi
nusantara Filipina.
Lebih penting, konflik
Laut Cina Selatan ini berkaitan dengan kebebasan pelayaran dari pedangan dan
lalu lintas militer.Keingingan untuk mendapatkan Laut Cina Selatan sebagai
tempat perdagangan yang strategi, juga menjadi salah satu faktor yang mendorong
usah klaim atas wilayah ini.Jalur ini seringkali disebut sebagai maritime
superhighway karena merupakan salah satu jalur pelayaran internasional paling
sibuk di dunia. Jumlah supertanker yang berlayar melewati selat Malaka dan
bagian barat daya Laut China Selatan bahkan lebih dari tiga kali lalu lintas
yang melewati Kanal Suez dan lebih dari lima kali lipatnya kanal Panama. Dan
kepentingan U.S. dalam konflik ini adalah kebebasan Pelayaran yang tersedia
untuk seluruh bangsa.Hal ini pula yang dapat menjadi titik tolak pertikaian
bahkan diluar negara-negara yang berusaha klaim teritori.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Mengapa
Laut China Selatan Sangat Penting ?
2. Apa
Persepsi Masing-masing Claimant States ?
3. Bagaimana
Prospek Manajemen Penyelesaian Konflik ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Mengapa
Laut China Selatan Sangat Penting
Benturan kepentingan
antar negara-negara di kawasan manapun berpotensi menyebabkan konflik dan bisa
menciptakan instabilitas baik secara global maupun regional, konflik
kepentingan yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik, sosial apabila
tidak di manage dengan baik, bisa berujung terjadinya konflik secara langsung
yang melibatkan kekuatan militer antar negara-negara tertentu yang merasa
national interest mereka terusik.
Demikian halnya dengan
perkembangan konflik klaim wilayah teritori di laut China selatan yang
melibatkan 6 (enam) negara, 4 (empat) negara anggota ASEAN (Malaysia, Philipina,
Vietnam, Brunei) dengan China dan Taiwan, menurut argumennya masing–masing
bahwa sebagian wilayah laut China selatan adalah wilayah kedaulatannya, bagi
Indonesia meskipun tidak termasuk Claimant state tapi ada bagian dari pulau
Natuna apabila China memaksakan klaim teritori akan masuk wilayah China, maka
konflik di Laut China Selatan akan melibatkan Indonesia juga.
Sebuah kawasan atau
negara dibelahan bumi ini akan menjadi primadona bagi kawasan atau negara lain
manakala kawasan atau Negara tersebut mempunyai aspek strategis yang bisa
mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap kepentingan kawasan
dan negara tertentu. Demikian halnya dengan kasus Laut China Selatan, ada dua
aspek yang membuat Laut China Selatan menjadi penting bagi Negara manapun sbb:
1. Letak Strategis.
Secara Geografi Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh negara
pantai (RRC dan Taiwan, Vietnam, Kamboja,Thailand, Malaysia, Singapura,
Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina).
Luas perairan Laut Cina
Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan
Malaysia serta Teluk Tonkin yang dibatasi Vietnam dan RRC. Kawasan Laut Cina
Selatan (LCS) merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis yang
sangat penting, kondisi geografis posisinya yang strategis sebagai jalur
pelayaran perdagangan (SLOT) dan jalur komunikasi internasional (SLOC) yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal ini telah merubah jalur
laut China selatan menjadi rute tersibuk di dunia, karena lebih dari setengah
perdagangan dunia berlayar melewati Laut Cina Selatan setiap tahun.
Tentang data
perdagangan 3 Negara raksasa ekonomi: India, Amerika Serikat dan Jepang).
Diperkirakan lebih dari setengah dari jumlah kapal kapal super tanker dunia
melewati jalur laut ini.
2. Potensi ekonomi dan pentingnya geopolitik.
Kandungan kekayaan Alam
yang ada di kawasan Laut Cina Selatan
telah menyebabkan terjadinya konflik klaim wilayah antara China dan sebagian
negara– negara anggota ASEAN yang berada wilayah Laut Cina Selatan. Menurut
data Kementrian Geologi dan Sumber Daya Mineral Daya Republik Rakyat Cina (RRC)
memperkirakan bahwa wilayah Spratly mempunyai cadangan minyak dan gas alam 17,7
miliar ton (1. 60 × 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait negara yang menempati
ranking ke 4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia saat ini dengan
jumlah 13 miliar ton (1,17 × 1010 kg).
Sementara kandungan gas
alam di Laut Cina Selatan mungkin merupakan sumber hidrokarbon yang paling
melimpah. Sebagian besar hidrokarbon kawasan Laut Cina Selatan dieksplorasi
oleh Brunei, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Perkiraan
menurut United States Geological Survey dan sumber lain-lain menunjukkan bahwa
sekitar 60% -70% dari hidrokarbon di Laut Cina Selatan adalah gas sementara
itu, penggunaan gas alam di wilayah ini diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5%
per tahun selama dua dekade mendatang, diperkirakan bisa mencapai sebanyak 20
triliun kaki kubik (Tcf ) per tahun lebih cepat daripada bahan bakar lainnya.
Potensi kandungan
cadangan minyak dan gas di Laut Cina Selatan ini juga telah memicu semakin
intensifnya situasi klaim teritorial dari negara-negara yang terlibat. adalah
sumber daya alam yang sudah di ekplorasi Claimant states dan non Claimant
States di LCS)
Kedua faktor penting
yang diuraikan diatas adalah alasan rasional yang menyebabkan wilayah Laut Cina
Selatan menjadi sengketa antara 4 (empat) negara ASEAN (Vietnam, Philipina,
Malaysia dan Brunei) dengan Cina dan Taiwan, penyelesaian permanen masalah Laut
Cina Selatan berdasarkan hukum internasional dan harus disepakati oleh semua
pihak yang bertikai adalah solusi terbaik agar tidak menimbulkan potensi
konflik militer.
Namun harus diakui
bahwa sengketa Laut Cina Selatan adalah persoalan yang tidak mudah serta
membutuhkan waktu yang panjang, bagi Indonesia meskipun tidak termasuk Claimant
State tetapi juga punya kepentingan di Laut Cina Selatan, karena konflik klaim
wilayah secara tidak langsung dengan China telah terjadi sekarang, menyangkut
wilayah NKRI yakni Pulau Natuna, Khususnya Natuna Blok A.
2.
Persepsi
masing-masing Claimant States
Negara yang terlibat
sengketa Laut China Selatan dan Persepsi masing-masing Claimant States tentang
legalitas kepemilikan Wilayah Laut China Selatan.
Pihak yang bertikai
mempunyai argument argument masing-masing untuk melegetimasi klaim kepemilikan
wilayah yang disengketakan menurut versinya masing-masing seperti dibawah ini
sbb:
1) CHINA.
- China beranggapan
bahwa Laut Cina Selatan merupakan wilayah kedaulatannya, China berpedoman pada
latar belakang sejarah China kuno tentang peta wilayah kedaulatan China.
Menurut China Pulau, pulau dan wilayah Laut Cina Selatan ditemukan oleh
pendahulu China yakni Dinasti Han sejak 2 abad sebelum Masehi yang pada abad 12
sebelum Masehi oleh Dinasti Yuan pulau pulau dan wilayah laut di LCS di
masukkan kedalam peta teritori China kemudian diperkuat dengan Dinasti Ming dan
Dinasti Qing pada abad ke 13 sebelum masehi.
Pada awal ke-19 dan
abad ke 20 Cina mengemukakan bahwa kepulauan Spratly jaraknya kurang lebih 1.
100 km dari pelabuhan Yu Lin (P. Hainan) sebagai bagian dari kepulauan Nansha
dan Kepulauan Paracel yang terletak di sebelah utara Kepulauan Spratly,
jaraknya kurang lebih 277,8 km dari Pulau Hainan sebagai bagian dari Kepulauan
Xisha bagian dari provinsi Hainan.
Pada tahun 1947 China
memproduksi peta Laut Cina Selatan dengan 9 garis putus-putus dan membentuk
huruf U, serta menyatakan semua wilayah yang ada di dalam di garis merah
terputus putus itu adalah wilayah teritori China. Sejak tahun 1976 Cina telah
menduduki beberapa pulau di Kepulauan Paracel dan pada tahun 1992 hukum Cina
menegaskan kembali klaim tersebut.
2) TAIWAN.
-Meskipun Taiwan masih
dianggap bagian utuh dari Cina, tapi Taiwan pun sama mengklaim kepemilikan di
wilayah LCS, klaim oleh Taiwan juga tidak ada argumen hukum yang jelas, saat
ini Taiwan menguasai Pulau Aba [Taiping Dao], satu-satunya pulau terbesar di
antara pulau-pulau di kepulauan Spratlys.
3) VIETNAM.
-Klaim Vietnam
didasarkan pada latar belakang sejarah ketika Perancis tahun 1930-an masih
menjajah Vietnam saat itu kepulauan Spratly dan Paracel dibawah kontrol
Perancis. Setelah merdeka dari Perancis Vietnam mengklaim kedua pulau tsb,
serta memakai argumen dasar landas kontinen. Vietnam mengklaim kepulauan
Spratly sebagai daerah lepas pantai provinsi Khanh Hoa. Klaim Vietnam mencakup
area yang cukup luas di Laut Cina Selatan dan Vietnam telah menduduki sebagian
Kepulauan Spratly serta Kepulauan Paracel sebagai wilayahnya.
4) PHILIPINA.
-Philipina mengklaim
Spratly berdasarkan pada prinsip landas kontinen serta eksplorasi Spratly oleh
seorang penjelajah Filipina pada tahun 1956, menurut data penjelajah Philipina
bahwa pulau-pulau yang diklaim adalah: 1) bukan bagian dari Kepulauan Spratly,
dan 2) tidak milik oleh negara manapun serta terbuka untuk diklaim. Tahun 1971,
Philipina secara resmi menyatakan 8 pulau di Spratly sebagai bagian dari
provinsi Palawan. Ada 8 pulau yang klaim dan dikuasai Philipina di Spratly,
luas total lahan pulau-pulau ini adalah 790. 000 meter persegi.
5) MALAYSIA.
-Klaim Malaysia
berdasarkan atas sebagian wilayah di Spratly didasarkan pada prinsip landas
kontinen, berkaitan dengan hal itu Malaysia telah membuat batas yang diklaimnya
dengan koordinat yang jelas. Malaysia telah menempati tiga pulau yang dianggap
berada dalam landas kontinennya. Malaysia telah mencoba untuk membangun garis
antar pulau dengan mengunakan pasir dan tanah.
6) BRUNEI.
-Brunei Tidak mengklaim
pulau-pulau, tetapi mengklaim bagian dari Laut Cina Selatan terdekat sebagai
bagian dari landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pada tahun 1984,
Brunei mengumumkan ZEE yang meliputi Louisa Reef di Kepulauan Spratly.
NON CLAIMANT STATE
1) Indonesia.
-Indonesia tidak
termasuk claimant states wilayah Laut Cina Selatan khususnya Kepulauan Spratly.
Namun, klaim Cina dan Taiwan di Laut Cina Selatan dengan 9 garis terputus dan
bentuk huruf "U" mencakup kepada landas kontinen dan Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia, ZEE secara otomatis mencakup ladang gas Indonesiayang di
pulau Natuna.
Pijakan hukum resmi
Claimant States terhadap Laut Cina Selatan khususnya 4 anggota ASEAN (Vietnam,
Malaysia, Philipina dan Brunei termasuk Indonesia juga meskipun statusnya Non
Claimant State) mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS (United
Nation Convention Law Of The Sea) yang ditandatangani oleh 119 negara di Teluk
Montego Jamaika tanggal 10 Desember 1982. Konvensi ini ditujukan untuk
memperjelas ketentuan batas laut suatu negara.
UNCLOS 1982 merupakan Konvensi
PBB tentang Hukum Laut yang memuat upaya paling komprehensif PBB untuk
menciptakan sebuah peraturan terpadu untuk tata kelola hak-hak negara di dunia
terhadap lautan. Perjanjian itu membahas sejumlah topik, termasuk hak navigasi,
hak-hak ekonomi, pencemaran laut, konservasi kehidupan laut, eksplorasi ilmiah,
pembajakan, dan banyak lagi. Dengan diberlakukannya UNCLOS PBB, berharap
sengketa perbatasan setiap Negara yang mempunyai wilayah laut bisa
diselesaikan.
Konvensi PBB tentang
Hukum laut (UNCLOS) yang ratifikasi oleh negara anggota PBB tahun 1982
memberikan pengaruh terhadap sengketa wilayah oleh Claimant States dan Non
Claimant Statedi LCS, bagian penting dari UNCLOS ini adalah memberikan hak
kepada setiap Negara untuk menjadikan lautan dengan radius 200 mil dari daratan
sebagai EEZ (Exclusive Economic Zone).
EEZ merupakan lautan
yang diberikan hak aktor Negara untuk dieksploitasi dan digunakan kepentingan
perekonomian secara domestik Negara. Wilayah lautan diluar dari wilayah EEZ ini
akan dianggap sebagai International Waters (Perairan Internasional) yang tidak
boleh dieksploitasi oleh Negara. Vietnam, Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia
dan AS merupakan beberapa Negara yang terus menerus memaksa agar China mentaati
resolusi yang berdasarkan pada UNCLOS yang disebutkan diatas. Bagi China
ratifikasi ini merugikan karena wilayah teritori yang klaim China berupa titik
merah yang membentuk hurup U bertentangan dengan prinsip Konvensi PBB tentang
Hukum laut (UNCLOS 1982).
Lihat peta klaim wilayah di Laut Cina Selatan masing-masing Negara di LCS.
Peta Konflik Laut Cina
Selatan
3.
Prospek
Manajemen Penyelesaian Konflik
Ada beberapa
kemungkinan solusi sengketa Laut Cina Selatan sbb:
1. Penggunaan kekuatan
Militer.
China vs Claimant
states di LCS. Secara matematis kekuatan militer China jauh diatas baik dari
aspek kwantitas dan kwalitas dibandingkan dengan 5 negara (4 Claimant States
dan 1 non Claimant State) meskipun anggaran pertahanan dan kekuatan militer
mereka di gabung, tetap masih terjadi ketidak seimbangan kekuatan, ini bisa
lihat dari besarnya jumlah anggaran pertahanan, man power dan kondisi alut
sista China terkini vs gabungan anggaran pertahanan dan kekuatan militer 5
negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State).
Apabila China
menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan kehendaknya penguasaan sebagian
besar wilayah LCS, maka tidak mustahil akan terjadi konflik militer yang akan
melibatkan Amerika Serikat sebagai salah satu negara Super power yang mempunyai
kepentingan strategis secara Ekonomi, Politik dan Militer di kawasan LCS.
Begitu pentingnya kawasan Laut Cina Selatan bagi Amerika Serikat, sehingga
kebijakan A. S mengenai Laut Cina Selatan dituangkan di buku strategi
pertahanan Amerika Serikat 2012 hal 2, yang menyatakan
“while the U. S.
military will continue to contribute to security globally, we will of necessity
rebalance toward the Asia-Pacific region. Our relationships with Asian allies
and key partners are critical to the future stability and growth of the region.
The maintenance of peace, stability, the free flow of commerce, and of U. S.
influence in this dynamic region will depend in part on an underlying balance
of military capability and presence. Over the long term, China.’s emergence as
a regional power will have the potential to affect the U. S.economy and our
security in a variety of ways”,
artinya sbb: Militer AS
akan terus memberikan kontribusi terhadap keamanan global, tetap menyeimbangkan
kepentingan terhadap kawasan Asia-Pasifik.
Hubungan dengan sekutu dan mitra kunci di Asia sangat penting bagi
stabilitas masa depan serta pertumbuhan kawasan. Terciptanya perdamaian,
stabilitas, jalur bebas perdagangan, serta pengaruh AS di kawasan yang dinamis
akan tergantung pada keseimbangan yang mendasari kemampuan militer dan
kehadiran. Munculnya China sebagai kekuatan regional dalam jangka panjang akan
memiliki potensi yang mempengaruhi perekonomian dan keamanan AS dalam berbagai
aspek.
Dari tulisan yang
termuat di dalam buku terungkap bahwa bagi Amerika Serikat China merupakan
ancaman jangka panjang di Asia yang perlu diperhitungkan.
Bagi China penyelesaian
kasus Laut Cina Selatan saat ini kemungkinan berpedoman pada salah satu Prinsip
teori perang Sun Tzu seorang Jenderal ahli strategis China yang hidup pada
akhir abad ke 7 sebelum masehi yang terkenal sebagai pengarang buku The Art of
War dimana dalam salah satu teorinya tentang offensive strategi mengungkapkan
bahwa “Know the enemy and know your self: In hundreds battles you will never be
in peril” , artinya ketahuilah musuhmu dan ketahuilah dirimu: Dalam ratusan
pertempuran kau tidak akan pernah kalah.
Oleh karena untuk
masalah Laut Cina Selatan, China tidak akan menggunakan kekuatan militernya
karena kemungkinan China sudah mempertimbangkan untung dan ruginya, China
sangat faham betul apabila dipaksakan penyelesaian secara militer akan kalah
serta membuat posisi China semakin terpojok.
2. Penyelesaian secara
Hukum dan upaya Politik serta Diplomatik melalui ASEAN frame work.
Langkah ini merupakan
cara yang paling tepat saat ini untuk sengketa di LCS, karena semangat kerja
sama dan prinsip ASEAN untuk sengketa LCS ialah tidak menjadikan aksi saling
mengklaim itu sebagai ajang rivalitas dan saling menghantam antar beberapa kekuatan,
namun harus dicarikan solusi damai yang mengikat bagi semua pihak.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik Laut Cina
Selatan merupakan permasalahan yang sangat rumit. Dengan melibatkan enam negara
yang masing-masing negara memiliki kepentingan masing-masing sehingga
menyebabkan kompleksitas konflik semakin tinggi.Hal ini turut berpengaruh pada
kompleksitas keamanan regional, dalam hal ini ASEAN sebagai organisasi tunggal
di kawasan Asia Tenggara tampil sebagai lahan representatif bagi empat negara
anggota ASEAN yang terlibat.
Diplomasi menjadi
tonggak penting dalam pencapaian kepentingan nasional sebuah negara. Salah
satunya dalam bentuk diplomasi preventif. Wujud diplomasi preventif dan upaya
yang dapat impelentasikan dalam konflik di kawasan Laut Cina Selatan adalah
dengan menjaga perdamaian dan mengubah potensi konflik menjadi potensi kerjasama
melalui sejumlah perundingan damai demi terselenggaranya kerjasama yang aktif,
produktif dan efektif bagi negara-negara terkait dan tatanan dunia global.
DAFTAR PUSTAKA
http://iska-aulya07.blogspot.com/2014/10/makalah-konflik-klaim-laut-cina-selatan.html
http://jejaktamboen.blogspot.com/2014/07/latar-belakang-konflik-laut-cina-selatan-dan-dampaknya.html